Tampilan produk lokal, piring situk pineung yang digunakan untuk menjamu undangan di resepsi perkawinan putra Bupati Bireuen.
Detikacehnews.id | Bireuen - Suasana meriah dan penuh semangat rakyat mewarnai Gedung Hj. Fauziah Convention Hall, Cot Gapu, Bireuen, Minggu (11/5/2025), saat ribuan tamu dari berbagai kalangan menghadiri resepsi pernikahan Agusty Bayu Murizky, ST., putra sulung Bupati Bireuen H. Mukhlis, ST., dengan sang pujaan hati, Ns. Nabila Mulyadi, S.Kep. Namun yang paling menyita perhatian bukan hanya kemegahan acara, melainkan sebuah simbol sederhana namun sarat makna, penggunaan piring Situk Pineung dan mangkok Pineung sebagai wadah jamuan makan para tamu undangan.
Langkah berani dan visioner H. Mukhlis, ST. ini menjadi sorotan utama dalam pesta rakyat tersebut. Di tengah maraknya penggunaan alat makan plastik sekali pakai, sang bupati memilih jalan berbeda. Ia justru menghadirkan produk lokal ramah lingkungan dari pelepah pinang sebagai bentuk komitmen terhadap pelestarian lingkungan sekaligus pemberdayaan ekonomi lokal.
Piring Situk Pineung, yang digunakan tidak hanya oleh tamu umum, namun juga dihidangkan untuk tamu VIP dan VVIP, merupakan hasil kreasi KUPS Lestari Indah, LPHD Siwah, Desa Panton Bili, Kecamatan Pandrah. Produk ini kini menjadi simbol baru kearifan lokal yang tak hanya memperlihatkan kekayaan alam, namun juga kecintaan pada identitas daerah.
"Ini bentuk nyata dukungan kami terhadap gerakan hijau dan penguatan UMKM. Pelepah pinang yang dulu hanya dianggap limbah, kini bernilai ekonomis dan menjadi ikon kebanggaan kita," ujar H. Mukhlis saat ditemui usai resepsi.
Dengan tekstur yang alami dan tampilan estetis yang khas, piring Situk Pineung memberikan nuansa unik dalam penyajian makanan. Terlihat nasi yang dibungkus dalam daun berbentuk piramida atau dikenal dengan sebutan Bu Kulah, diletakkan anggun di atas piring-piring ramah lingkungan itu. Kombinasi keduanya menciptakan harmoni visual dan cita rasa khas Aceh yang sulit dilupakan para tamu.
Lebih dari sekadar estetika, penggunaan piring pelepah pinang ini membawa pesan kuat akan perubahan paradigma bahwa pesta besar tidak harus identik dengan limbah besar. Piring-piring ini bisa terurai alami, tanpa meninggalkan jejak plastik yang mencemari.
Apa yang dilakukan Bupati H. Mukhlis bukan sekadar gaya, melainkan manifestasi kepemimpinan yang berpihak pada masa depan berkelanjutan. Di tengah euforia pesta, ia tetap mengusung nilai edukatif tentang pentingnya mencintai produk lokal, menjaga alam, dan memberdayakan masyarakat.
Tak ayal, piring Situk Pineung dalam resepsi pernikahan tersebut menjadi buah bibir dan inspirasi. Banyak tamu yang mengapresiasi langkah itu dan berharap penggunaan produk lokal seperti ini bisa menjadi tren dalam berbagai acara resmi di Bireuen, bahkan di Aceh secara umum.
Satu pernikahan, sejuta makna. Begitulah kiranya rangkuman dari sebuah pesta rakyat yang tak hanya merayakan cinta dua insan, tetapi juga cinta kepada bumi, budaya, dan pemberdayaan masyarakat.
Inilah wajah baru Bireuen yang ingin ditampilkan H. Mukhlis: modern tapi berakar, mewah tapi tetap berpihak pada rakyat dan lingkungan.