Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Menyelami Arsitektur Kayu Sakral, Mahasiswa SIMPORA XVI 2025 Akan Belajar Langsung di Masjid Tertua Pidie Jaya

Rabu, 09 Juli 2025 | 20:34 WIB Last Updated 2025-07-09T13:34:19Z

Foto lokasi utama Workshop Mahasiswa Nasional dan Internasional di Masjid Teungku di Pucok Krueng, Gampong Beuracan, Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya.



Detikacehnews.id | Bireuen - Simposium Nusantara (SIMPORA) XVI 2025 tidak hanya menjadi panggung pertemuan budaya dan spiritualitas, tetapi juga menjadi wahana pembelajaran mendalam bagi para mahasiswa dari Indonesia dan Malaysia. Dalam rangkaian agenda bergengsi ini, Universitas Almuslim Bireuen akan menggelar Workshop Mahasiswa Nasional dan Internasional yang berfokus pada kajian arsitektur kayu sakral. Kegiatan ini dijadwalkan berlangsung selama dua hari, pada tanggal 1–2 September 2025, dengan lokasi utama di Masjid Teungku di Pucok Krueng, Gampong Beuracan, Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya.


Mengusung tema “The Tectonic of Wooden Architecture”, workshop ini menawarkan pengalaman unik yang menggabungkan pendekatan arsitektural, budaya, dan spiritual. Para mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu akan diajak untuk menyelami nilai-nilai filosofi dan teknik konstruksi kayu tradisional yang digunakan dalam bangunan sakral, khususnya masjid-masjid tua di Nusantara. Tidak sekadar belajar dari teori, peserta akan terlibat langsung dalam observasi lapangan, diskusi budaya, hingga refleksi arsitektural di salah satu situs sejarah paling penting di Aceh.


Masjid Teungku di Pucok Krueng, yang menjadi lokasi utama workshop, bukanlah bangunan biasa. Masjid ini dibangun pada tahun 1622 Masehi oleh Syekh Abdus Salim seorang ulama besar asal Madinah yang datang ke Aceh untuk menyebarkan ajaran Islam. Dikenal luas oleh masyarakat sebagai Teungku di Pucok Krueng, beliau adalah sosok sentral dalam penyebaran Islam di kawasan Meureudu dan sekitarnya. Masjid ini tidak hanya menjadi pusat ibadah, tetapi juga pusat dakwah dan pendidikan Islam pada masa awal perkembangan Islam di wilayah tersebut.


Dari sisi arsitektural, masjid ini adalah warisan tak ternilai. Struktur bangunannya sepenuhnya menggunakan kayu khas Aceh, dengan bentuk persegi dan atap tumpang tiga yang menjulang megah. Masjid ini disokong oleh 16 tiang kayu berbentuk segi delapan yang dikenal sebagai soko guru. Setiap elemen bangunan dihiasi dengan ukiran khas Aceh seperti bungong awan-awan, pucok reubong, dan bungong meulu ornamen yang sarat makna dan filosofi spiritual. Tidak kalah menarik, di dalam masjid juga terdapat guci tua yang berasal dari Madinah, yang oleh masyarakat dipercaya sebagai wadah air berkah peninggalan sang pendiri masjid.


Ketua Panitia SIMPORA XVI 2025, Hakim Muttaqim, menyampaikan bahwa workshop ini dirancang sebagai ruang pertemuan lintas budaya dan lintas disiplin. “Melalui kegiatan ini, mahasiswa tidak hanya belajar tentang teknik bangunan kayu, tetapi juga menggali nilai-nilai spiritual, memahami tradisi lisan, dan menyelami peran sosial yang dimainkan oleh masjid dalam kehidupan masyarakat Aceh,” ujarnya.


Lebih lanjut, Hakim menjelaskan bahwa SIMPORA tahun ini menargetkan partisipasi aktif dari mahasiswa arsitektur, antropologi, sejarah, dan studi Islam, serta membuka peluang kolaborasi dengan institusi pendidikan, pemerintah daerah, dan komunitas lokal. Workshop ini diharapkan menjadi bagian dari upaya kolektif untuk merawat dan melestarikan situs-situs warisan budaya yang sarat nilai sejarah dan keislaman.


Universitas Almuslim mengundang seluruh mahasiswa dan institusi yang tertarik untuk ikut serta dalam kegiatan ini. Selain memperkuat pemahaman terhadap arsitektur kayu Nusantara, kegiatan ini juga menjadi ajang penguatan jejaring antara generasi muda dari berbagai daerah dan negara dalam semangat pelestarian warisan budaya dan keilmuan Islam.


SIMPORA XVI 2025 menjadi ruang yang tidak hanya menyatukan, tetapi juga mendalamkan. Dari kayu-kayu tua yang menyimpan kisah dakwah, hingga sambungan-sambungan kayu yang memuat filosofi ketahanan dan harmoni, para peserta akan diajak menyentuh nilai-nilai yang melampaui dimensi bangunan yakni nilai hidup, kebersamaan, dan keberlanjutan warisan leluhur.