Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Artikel - Upaya Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Guru dan Pimpinan Sekolah Dasar Melalui Problem Solving Berbasis Open Ended

Rabu, 01 November 2023 | 14:30 WIB Last Updated 2023-11-01T07:30:27Z

Artikel - Upaya Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Guru dan Pimpinan Sekolah Dasar Melalui Problem Solving Berbasis Open Ended
Penulis : Dr. (C) Fachrurrazi, M.Pd., dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) FKIP Universitas Almuslim


Detikacehnews.id | Artikel - Dalam banyak kasus, para siswa tampaknya merasa bahwa suatu masalah hanya dapat diselesaikan dalam satu cara saja, khususnya bagi jenis masalah yang sedang diajarkan (misal soal tentang perpindahan, usia, soal campuran, dan sebagainya).


Para siswa seringkali merasa bahwa suatu pendekatan aljabar merupakan satu-satunya pendekatan yang akan bekerja. Hal ini sangatlah beralasan kiranya karena dalam proses pembelajaran matematika selama ini siswa hanya diajarkan dengan pendekatan tersebut untuk menyelesaikan suatu soal cerita dan sejenisnya. Bahkan ada sejumlah guru yang mengajar matematika di SD melewati materi yang akan diajarkan ketika dalam proses pembelajaran berjumpa dengan soal-soal problem solving (Jasmaniah et al., 2012).


Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran problem solving jarang diajarkan guru dalam proses pembelajaran di SD. Salah satu faktor yang menentukan adalah kemampuan guru sekolah dasar yang belum memadai dalam pembelajaran problem solving. Berdasarkan data yang perolehan, rata-rata hasil UKG guru SD adalah 54,33 yang berada dibawah rata-rata nasional 56,69 (Neraca Pendidikan Daerah, 2017).


Fakta lainnya juga menyebutkan bahwa skor pemetaan mutu pendidikan sekolah 2018 menunjukkan bahwa skor indikator pendidik dan tenaga kependidikan SD terendah dari jenjang lainnya yaitu dengan skor 5,41 (Neraca Pendidikan Daerah, 2019).


Kondisi di atas mengakibatkan kemampuan membaca matematika siswa Indonesia masuk kategori sangat minim. Rendahnya kemampuan membaca matematika siswa dapat diketahui dari hasil PISA dan Skor Assesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI). Pada tahun 2018 skor PISA Indonesia turunpada semua kategori, matematika dari 386 menjadi 379 (Laporan PISA, 2018). Berdasarkan hasil AKSI diperoleh hasil kemampuan membaca matematika siswa Indonesia mayoritas berada kategori kurang (77,13%), sedangkan sisanya 20,58% dengan kategori cukup dan 2,29 berada pada kategori baik (Puspendik, Kemendikbud).


Faktor soal yang disajikan dalam buku teks matematika saat ini juga menjadi faktor lain, selain kemampuan guru. Sebagian besar soal dalam buku teks hanya bersifat latihan (practice related) pada topik berhitung sebuah bab. Jika para siswa hanya melakukan apa yang terakhir diajarkan kepada mereka, maka mereka akan mampu menjawab dangan benar 60-80% dari soal buku teks, bahkan meski tanpa membaca soalnya (Wahyudin, 2010:356).


Banyak buku teks matematika sekolah dasar juga cenderung menekankan peran soal cerita tradisional untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan problem solving. Beberapa kelemahan umum menurut Wahyudin (2010:479) yang terdapat dalam buku teks matematika SD antara lain: a. Soal-soal cerita yang hanya dijadikan suatu bagian diakhir bab, tidak senantiasa hadir disepanjang pembelajaran; b. Soal-soal cerita yang tampak hanya ditujukan untuk menguasai konsep-konsep yang sedang dipelajari dalam unit tertentu, tidak mengintegrasikan topik-topik dari berbagai unit dan subyek; c. Soal-soal cerita yang cenderung berfokus pada satu interpretasi spesifik mengenai suatu operasi, seperti hanya pengurangan mengambil atau hanya pembagian dan secara demikian menyempitkan perspektif siswa tentang bagaimana operasi-operasi itu dapat diinterpretasikan dalam berbagai cara; d. Soal cerita yang ditulis sedemikian hingga siswa terkondisikan mencari kata-kata kunci untuk menginterpretasikan apa yang hendak dilakukan daripada berfokus mencari petunjuk-petunjuk konteks dalam tindakan yang berlangsung; dan Soal-soal cerita yang bersifat terlalu menyederhanakan aplikasi-aplikasi yang hendak didemontrasikannya.


Semua observasi di atas mengisyaratkan bahwa kita harus meninjau kembali cara-cara guru matematika sekolah dasar mengajarkan problem solving kepada para siswa di ruang kelas, jika guru bermaksud membangun perkembangan pemikiran siswa dalam pembelajaran matematika. Suatu soal cerita yang dapat diselesaikan dengan hanya menerapkan operasi yang saat ini sedang dipelajari sebenarnya bukanlah suatu soal. Soal cerita yang hanya memuat informasi yang perlu untuk pemecahannya tidak benar-benar merupakan suatu tantangan. Soal cerita yang menuntun siswa untuk menyalin prosedur yang terdapat diawal halaman tidak menguji kemampuan siswa untuk memecahkan masalah. Hal ini tidak berlebihan rasanya jika kemampuan pemecahan masalah siswa di Indonesia menjadi rendah. Kondisi yang digambarkan di atas merupakan isu utama yang sedang dialami oleh guru-guru sekolah dasar yang mengajar matematika di Provinsi Aceh. Pada kenyataan mereka mayoritas guru yang mengajar matematika SD sangat alergi dengan soal-soal problem solving. Hal ini tentunya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan yang meraka miliki terkait dengan soal-soal problem solving. Selain itu juga disebabkan oleh kurangnya pemahaman mereka terhadap keterbacaan soal tersebut (kemampuan literasi). Pada akhirnya akan menyebabkan mereka keliru dalam menyelesaikan soal (melakukan hitungan).


Sebagai upaya untuk meningkatkan hasil pembelajaran bagi siswa Indonesia di bidang literasi atau numerasi, maka langkah utama yang perlu dilakukan adalah meningkatkan profesionalisme dan kemampuan guru dalam bidang literasi dan numerasi tersebut. Kemitraan ini dibutuhkan adalah sebagai solusi dari permasalahan yang sedang di alami oleh guru sekolah dasar khususnya di Provinsi Aceh. Kegiatan pelatihan guru ini difokuskan pada peningkatan kemampuan penalaran matematika melalui pendekatan problem solving berbasis open ended. Solusi ini juga didasarkan pada keberhasilan yang telah dilaksanakan oleh peneliti sebelumnya terkait dengan penggunaan pendekatan problem solving berbasis open ended (F. Jasmaniah & Mukhlesi, 2017; J. Jasmaniah et al., 2016; Kertayasa, 2019; Rhosyida et al., 2018; Vitasari & Trisniawati, 2017).


Kegiatan kemitraan ini sudah dilaksanan di Kabupaten Bireuen dengan melibatkan 10 sekolah dasar dengan peserta 70 orang (10 Kepala sekolah dan 60 guru). Adapun sekolah-sekolah yang menjadi tempat pelaksanaan kegiatan sekolah penggerak ini meliputi UPTD SDN 2 Gandapura, UPTD SDN 1 Jangka, UPTD SDN 2 Juli, UPTD SDN 18 Bireuen, UPTD SDN 3 Samalanga, UPTD SDN 1 Makmur, UPTD SDN 10 Peudada, UPTD SDN 8 Peusangan Selatan, UPTD SDN 2 Peulimbang, UPTD SDN 1 Peusangan Siblah Krueng. Jangka waktu pelaksanaan kemitraan ini adalah selama 3 (tiga) Tahun. Sasaran kegiatan ini adalah Guru dan kepala sekolah yang mengajar di 10 Sekolah dasar tersebut.


Secara lebih terperinci berikut dapat digambarkan pelaksanaan kegiatan pelatihan keahlian profesional untuk guru dan/atau pimpinan sekolah dasar untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis melalui problem solving berbasis open ended yang telah dilaksanakan.


Pada tahun 2021 merupakan awal kegiatan tersebut. Bentuk kegiatan pada tahun pertama ini adalah dilaksanakan pertemuan secara daring selama 1 bulan untuk mengajarkan pemahaman materi matematika SD berdasarkan modul yang telah disusun dengan durasi pelatihan 120 JP. Peserta juga diharuskan untuk memahami materi lebih lanjut dan mengerjakan tugas melalui LMS. Adapun capaian yang diperoleh pada kegiatan ini adalah: 1) peserta sudah memahami materi matematika yang disusun berdasarkan modul untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Melalui Problem Solving Berbasis Open Ended; dan 2) peningkatan kemampuan penalaran matematis melalui problem solving berbasis open ended setelah diberikan tes pasca pelatihan.


Pada tahun 2022 merupakan lanjutan pelatihan yang diberikan kepada 70 peserta guru dan kepala sekolah yang merupakan perwakilan dari sekolah dasar yang ada di Kabupaten Bireuen. Pada tahun kedua ini pelatihan berupa pertemuan secara Luring dalam bentuk FGD selama 4 hari setara 32 JP. Peserta diberikan materi berupa pemodelan cara mengajarkan materi oleh instruktur, melatih untuk merancang RPP, LKPD, Media, dan Alat Evaluasi dan kegiatan Peer Teaching. Adapun capaian yang diperoleh pada tahun ini adalah: 1) peserta sudah memahami cara mengajarkan materi matematika untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis; 2) peserta sudah memiliki gambaran mengenai cara menyusun perangkat pembelajaran matematika RPP, LKPD, Media, dan Alat Evaluasi; dan 3) peserta sudah mampu melaksanakan kegiatan simulasi mengajar pembelajaran matematika dengan baik.


Pada tahun 2023 merupakan lanjutan pelatihan yang diberikan pada guru dan kepala sekolah yang merupakan kegiatan pada tahun ke tiga. Pada tahun ke tiga ini kegiatan yang dilakukan berupa pertemuan secara luring dalam bentuk FGD dan Lokakarya untuk : 1) mendampingi guru dan kepala sekolah selama 4 hari setara 24 JP untuk merancang perangkat yang akan dipraktikkan di sekolah masing-masing; 2)mendampingi guru dan kepala sekolah untuk melaksanakan praktik di kelas berdasarkan perancangan perangkat pembelajaran; dan 3) kegiatan Lokakarya untuk diseminasi hasil praktik pembelajaran selama 4 hari setara 24 JP. Adapun capaian yang diperoleh pada tahun ini adalah: 1) peserta mampu menyusun 2 perangkat pembelajaran matematika berbasis masalah atau project based learning untuk meningkatkan kemampuan penalaran siswa dan diimplementasikan di kelas; 2) peserta mampu melaksanakan pembelajaran matematika berbasis masalah atau project based learning di kelas untuk meningkatkan kemampuan penalaran siswa; dan 3) peserta mampu untuk melakukan evaluasi terhadap pembelajaran dan mampu menyusun best practice/Artikel.


Demikian kegiatan pelatihan keahlian profesional untuk guru dan/atau pimpinan sekolah dasar di Kabupaten Bireuen untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis melalui problem solving berbasis open ended. Kegiatan yang telah dilakukan kiranya telah memberikan dampak yang positif bagi guru dan kepala sekolah. Semoga kegiatan serupa dapat dilanjutkan kembali di tahun-tahun berikutnya untuk terus meningkatkan professional guru sebagai pendidik.