Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Branding Bireuen Kota Santri, Syeh Khaliluddin: Samar-samar Antara Realita dan Harapan

Rabu, 10 Juli 2024 | 15:34 WIB Last Updated 2024-07-10T08:34:54Z

Foto: Syeh Khaliluddin, MA., Akademisi dari STIS Ummul Ayman
 

Detikacehnews.id | Bireuen - Bireuen, sebuah kabupaten di Provinsi Aceh yang kaya akan sejarah dan budaya Islam, telah lama dikenal sebagai salah satu pusat pendidikan agama di Indonesia. Pada tahun 2020, resmi menetapkan Bireuen sebagai "Kota Santri" yang dideklarasikan oleh Plt. Guburnur Aceh Nova Iriansyah dalam Peringatan Hari Santri ke-VI pada tanggal 22 Oktober 2020. dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati Bireuen Nomor 553 Tahun 2020 tentang Penetapan Kabupaten Bireuen Sebagai Kota Santri sebagai bentuk penghargaan atas kontribusi besar para ulama dan pesantren dalam membentuk karakter masyarakat. Namun, di tengah euforia penetapan ini, Syeh Khaliluddin, seorang akademisi dari STIS Ummul Ayman, mengingatkan bahwa branding saja tidak cukup tanpa pelaksanaan nyata di lapangan.


Dalam sebuah sesi wawancara dengan awak media detikacehnews.id (10/7), Syeh Khaliluddin dengan penuh hikmah menyampaikan pandangannya mengenai branding Bireuen sebagai Kota Santri. "Penetapan ini adalah sebuah langkah maju yang patut kita syukuri. Namun, kita harus jujur melihat apakah realitanya sudah sesuai dengan harapan kita. Jangan sampai branding ini hanya menjadi slogan tanpa makna yang nyata," ujarnya.


Pemerintah daerah telah menetapkan empat indikator karakter religius yang menjadi target pencapaian branding Bireuen sebagai Kota Santri. Namun, Syeh Khaliluddin mencatat bahwa implementasi dari indikator-indikator ini masih jauh dari harapan.


1. Kehidupan Sosiokultural Masyarakat Lebih Islami
Indikator pertama adalah kehidupan sosiokultural masyarakat yang lebih Islami. Diharapkan, nilai-nilai Islam dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. "Memang ada perubahan, tapi masih banyak yang perlu dibenahi. Misalnya, praktik gotong royong dan kepedulian sosial masih perlu ditingkatkan. Nilai-nilai keislaman harus benar-benar meresap dalam setiap tindakan kita," ungkap Syeh Khaliluddin.


2. Proses Interaksi Masyarakat Lebih Tertib, Santun, Berkarakter, dan Terkendali
Indikator kedua adalah proses interaksi masyarakat yang lebih tertib, santun, berkarakter, dan terkendali. Ini mencakup perilaku dalam kehidupan sehari-hari, termasuk cara berkomunikasi dan bergaul. "Kita ingin melihat masyarakat Bireuen lebih menghargai satu sama lain, lebih santun dalam berkomunikasi, dan lebih beradab dalam bergaul. Namun, kenyataannya masih banyak yang harus diperbaiki," tambahnya.


3. Suasana Peribadatan yang Kondusif
Indikator ketiga adalah suasana peribadatan yang kondusif. Diharapkan, aktivitas peribadatan seperti sholat berjamaah dan sholat Jumat dapat berjalan dengan khusyuk tanpa gangguan. "Kami ingin setiap kali adzan berkumandang, seluruh aktivitas berhenti dan masyarakat bergegas ke masjid. Namun, realitanya masih ada yang melanjutkan aktivitas mereka tanpa menghiraukan panggilan sholat," kata Syeh Khaliluddin dengan nada prihatin.


4. Cara Berpakaian dan Aktivitas Warga yang Lebih Islami
Indikator terakhir adalah cara berpakaian dan aktivitas warga yang lebih Islami. Ini mencakup penggunaan pakaian yang sesuai dengan syariat Islam dan aktivitas yang tidak bertentangan dengan ajaran agama. "Masih banyak yang perlu disadarkan mengenai pentingnya berpakaian yang sopan dan sesuai dengan ajaran Islam. Ini adalah tugas kita bersama untuk terus mengedukasi masyarakat," jelasnya.


Syeh Khaliluddin menekankan bahwa untuk mencapai keempat indikator ini, diperlukan langkah-langkah konkret dan kerjasama antara pemerintah, ulama, dan masyarakat. "Penetapan branding ini harus diiringi dengan program-program yang mendukung. Pemerintah perlu menyediakan fasilitas dan insentif, sementara ulama dan tokoh masyarakat perlu terus mengedukasi dan memberikan teladan yang baik," ujarnya.


Langkah pertama adalah melalui pendidikan dan sosialisasi yang berkelanjutan. "Kita harus mulai dari pendidikan di pesantren dan sekolah-sekolah. Ajarkan nilai-nilai Islam secara komprehensif dan aplikatif. Selain itu, lakukan sosialisasi secara rutin di masyarakat melalui ceramah, pengajian, dan diskusi," sarannya.


Infrastruktur yang memadai juga menjadi kunci penting. "Bangun dan renovasi fasilitas peribadatan seperti masjid dan mushola agar lebih nyaman digunakan. Sediakan sarana transportasi yang memadai untuk memudahkan masyarakat datang ke tempat ibadah," tambahnya.


Pengawasan dan penegakan aturan juga harus diperketat. "Buat regulasi yang mendukung terciptanya suasana Islami di Bireuen. Lakukan pengawasan secara rutin dan berikan sanksi yang tegas bagi yang melanggar. Ini bukan untuk mengekang, tapi untuk kebaikan bersama," tegas Syeh Khaliluddin.


Branding Bireuen sebagai Kota Santri adalah sebuah kebanggaan yang harus diiringi dengan langkah konkret untuk mewujudkannya. Syeh Khaliluddin mengingatkan bahwa ada garis tipis antara harapan besar di balik branding ini dan realita yang masih jauh dari sempurna. Dengan fokus pada keempat indikator yang telah ditetapkan, serta langkah-langkah konkret untuk mendukungnya, diharapkan Bireuen dapat benar-benar menjadi Kota Santri yang membanggakan dan memberikan teladan bagi daerah lainnya.


"Kita semua memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan Bireuen sebagai Kota Santri yang sebenarnya. Mari kita bekerja sama, bergotong royong, dan berkomitmen untuk membuat perubahan yang nyata. Jangan sampai penetapan ini hanya menjadi sekadar nama tanpa makna," pungkas Syeh Khaliluddin dengan penuh semangat.


Dengan semangat dan kerja keras, Bireuen bisa menjadi Kota Santri yang tidak hanya dikenal dari branding-nya, tetapi juga dari realita kehidupan masyarakatnya yang mencerminkan nilai-nilai Islam sejati.