Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Syeh Khaliluddin: Poligami Antara Realitas dan Legalitas

Rabu, 10 Juli 2024 | 20:28 WIB Last Updated 2024-07-10T13:48:15Z

Foto: Syeh Khaliluddin, MA



Detikacehnews.id | Bireuen - Poligami telah lama menjadi topik yang hangat dan kontroversial di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Praktik ini, yang mengizinkan seorang pria untuk menikahi lebih dari satu wanita secara bersamaan, telah menimbulkan berbagai reaksi dan diskusi di kalangan masyarakat, baik dari perspektif agama, sosial, maupun hukum. Syeh Khaliluddin dari Samalanga, baru-baru ini mengangkat topik ini dalam ceramahnya yang menarik perhatian banyak pihak.


Syeh Khaliluddin menjelaskan bahwa poligami memiliki landasan yang kuat dalam ajaran Islam. Menurut Al-Qur'an, seorang pria diperbolehkan untuk memiliki hingga empat istri, asalkan dia mampu berlaku adil kepada semuanya. Dalam ceramahnya, Syeh Khaliluddin mengutip Surat An-Nisa ayat 3 yang menyebutkan, "Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya."


Namun, Syeh Khaliluddin juga menekankan bahwa keadilan dalam poligami bukanlah hal yang mudah dicapai. Banyak pria yang mengabaikan tanggung jawab mereka dan tidak mampu memperlakukan istri-istri mereka dengan adil. Hal ini sering kali menimbulkan masalah dalam rumah tangga dan berdampak buruk pada anak-anak yang terlibat.


Dalam konteks sosial, Syeh Khaliluddin menyoroti berbagai alasan mengapa poligami masih dipraktikkan di berbagai komunitas. Beberapa alasan tersebut meliputi faktor ekonomi, keinginan untuk memiliki keturunan, dan adat istiadat yang masih kuat. Syeh Khaliluddin mencatat bahwa di beberapa daerah, poligami dianggap sebagai solusi untuk masalah sosial tertentu, seperti jumlah wanita yang lebih banyak daripada pria akibat perang atau bencana alam.


Namun, praktik poligami juga sering kali menjadi sumber ketegangan dan konflik dalam masyarakat. Banyak wanita yang merasa dirugikan dan tidak mendapatkan hak-hak mereka secara adil. Syeh Khaliluddin mendorong para pria yang mempertimbangkan poligami untuk berpikir matang dan mempertimbangkan konsekuensi sosial dan emosional dari keputusan tersebut.


Di Indonesia, poligami diatur oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Menurut undang-undang ini, seorang pria yang ingin berpoligami harus memenuhi beberapa syarat ketat, termasuk mendapatkan izin dari istri pertama dan pengadilan. Syeh Khaliluddin menegaskan bahwa peraturan ini dibuat untuk melindungi hak-hak wanita dan memastikan bahwa poligami dilakukan dengan adil dan bertanggung jawab.


Namun, dalam kenyataannya, banyak kasus poligami yang terjadi tanpa melalui proses hukum yang sah. Beberapa pria menikah lagi secara diam-diam atau melalui nikah siri, yang tidak diakui oleh negara. Hal ini sering kali menimbulkan masalah hukum dan ketidakpastian bagi istri dan anak-anak yang lahir dari pernikahan tersebut.


Dalam ceramahnya, Syeh Khaliluddin mengajak umat Islam untuk merenungkan kembali makna dan tujuan poligami dalam Islam. Beliau menekankan bahwa poligami bukanlah sekedar soal memiliki lebih dari satu istri, tetapi juga soal tanggung jawab dan keadilan. Syeh Khaliluddin berharap bahwa masyarakat dapat lebih bijaksana dalam melihat praktik poligami, tidak hanya dari segi legalitas, tetapi juga dari segi kemanusiaan dan moralitas.


Poligami, dengan segala kompleksitasnya, tetap menjadi bagian dari kehidupan sosial dan budaya di banyak tempat. Diskusi yang dibawa oleh Syeh Khaliluddin membuka ruang untuk refleksi lebih dalam mengenai bagaimana kita dapat menjalani kehidupan berkeluarga yang harmonis dan adil sesuai dengan ajaran agama dan nilai-nilai kemanusiaan.