Opini - Antara Jurnalis dan Dosen
Detikacehnews.id | Opini - Dunia profesional menawarkan begitu banyak pilihan karier, tetapi bagaimana jika kita tidak hanya memilih satu jalan? Bagaimana jika kita merasa terdorong untuk menempuh dua jalur yang tampak berbeda, namun secara tidak terduga saling melengkapi? Itulah perjalanan yang saya jalani, mengisi hari-hari sebagai jurnalis sekaligus dosen. Kedua profesi ini, meskipun tampak berlawanan, sebenarnya memberikan makna yang mendalam dalam kehidupan saya. Mereka membawa saya ke dalam ruang yang penuh dengan tantangan, kreativitas, dan refleksi, di mana saya terus tumbuh sebagai seorang profesional, pendidik, dan pembelajar.
Sebagai jurnalis, dunia saya dipenuhi dengan kata-kata, laporan, cerita, dan fakta yang harus disampaikan dengan jelas dan menarik. Setiap hari, saya bertemu dengan berbagai peristiwa dan orang-orang, dari narasumber biasa hingga pejabat penting, mengejar informasi yang terkadang sulit ditemukan, dan kemudian merangkainya menjadi sebuah karya tulis yang dapat dimengerti dan diterima oleh publik. Dunia ini menuntut saya untuk terus bergerak cepat, berpikir kritis, dan mampu menyampaikan fakta secara efektif.
Namun, ketika saya memutuskan untuk melanjutkan karier saya ke bidang pendidikan sebagai dosen, saya dihadapkan pada tantangan yang sama sekali berbeda. Saya mengajar mata kuliah umum yang berhubungan erat dengan bidang matematika, sebuah disiplin ilmu yang berfokus pada logika, angka, dan teori. Awalnya, saya merasa terlempar ke dunia yang sangat berbeda dari jurnalisme. Menulis artikel berita dan mengajar matematika tampaknya berada di dua ujung spektrum yang berbeda, yang satu bermain dengan kreativitas dan kata-kata, sedangkan yang lain dibangun di atas prinsip-prinsip logis dan analitis.
Namun, semakin dalam saya menekuni keduanya, semakin saya menyadari bahwa kedua profesi ini sebenarnya memiliki kesamaan yang mendasar. Sebagai seorang jurnalis, saya terbiasa menyederhanakan informasi yang rumit agar bisa dipahami oleh audiens yang luas. Begitu pula dalam mengajar, tugas utama saya adalah menjelaskan konsep-konsep abstrak dengan cara yang mudah dipahami oleh mahasiswa. Baik dalam menulis maupun mengajar, kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dan menyampaikan ide dengan jelas menjadi inti dari kesuksesan saya.
Menyeimbangkan dua profesi ini bukanlah perkara mudah. Di satu sisi, dunia jurnalisme terus menuntut saya untuk mengikuti perkembangan peristiwa, menggali informasi, dan menyampaikannya kepada publik dengan cepat. Di sisi lain, sebagai dosen, saya bertanggung jawab untuk mengembangkan pengetahuan mahasiswa, membimbing mereka dalam memahami konsep-konsep akademik yang mungkin terasa sulit, dan mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan dunia nyata.
Namun, justru di persimpangan dua dunia inilah saya menemukan kekuatan. Pengalaman sebagai jurnalis memberikan saya keahlian dalam merumuskan dan menyampaikan informasi dengan singkat dan jelas, sebuah keterampilan yang sangat membantu dalam mengajar. Saat menghadapi mahasiswa, saya tidak hanya memberikan mereka teori, tetapi juga membawa contoh nyata dari dunia luar, memperkaya diskusi di kelas dengan pengalaman lapangan yang saya dapatkan sebagai jurnalis. Mahasiswa saya tidak hanya belajar tentang angka dan rumus, tetapi juga memahami bagaimana pengetahuan ini dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam konteks sosial, ekonomi, maupun politik.
Di sisi lain, pengalaman saya sebagai dosen juga memperdalam pendekatan saya dalam dunia jurnalistik. Ketika menulis artikel, saya sering kali menggunakan wawasan dari dunia akademis untuk memberikan analisis yang lebih mendalam dan menyeluruh. Dunia pendidikan mengajarkan saya untuk melihat peristiwa dari berbagai perspektif, mempertimbangkan dampak jangka panjang, dan selalu mencari hubungan antara teori dan praktik. Dengan cara ini, kedua profesi ini tidak hanya saling melengkapi, tetapi juga memperkaya satu sama lain.
Tentu saja, menjalani dua profesi ini tidak selalu mudah. Ada saat-saat di mana saya merasa terbagi antara memenuhi deadline berita dan mempersiapkan materi kuliah. Kadang-kadang, saya baru saja menyelesaikan liputan yang penuh dengan adrenalin, dan beberapa jam kemudian harus berdiri di depan kelas untuk menjelaskan materi yang bersifat teknis dan memerlukan ketelitian. Transisi ini awalnya terasa berat, tetapi seiring waktu, saya mulai terbiasa dan menemukan ritme dalam menjalani dua peran ini.
Salah satu tantangan terbesar adalah menemukan keseimbangan antara menjaga otoritas di ruang kelas dan tetap terhubung dengan mahasiswa secara personal. Sebagai dosen muda, saya sering kali lebih dekat secara usia dengan mahasiswa, dan ini bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, saya bisa membangun hubungan yang lebih baik dengan mahasiswa, mengajak mereka untuk berdiskusi terbuka, dan mendorong mereka untuk berpikir kritis. Namun, di sisi lain, saya harus tetap menjaga profesionalisme dan memastikan bahwa saya tetap menjadi figur otoritas di dalam kelas.
Di sisi jurnalistik, tantangan terbesarnya adalah bagaimana tetap obyektif dan menjaga integritas dalam melaporkan berita, terutama ketika terlibat dalam isu-isu yang juga saya bicarakan di ruang kelas. Dunia akademis sering kali menuntut saya untuk mengambil sikap kritis, sementara jurnalisme menuntut saya untuk tetap netral. Menyeimbangkan kedua tuntutan ini membutuhkan kebijaksanaan dan kedewasaan dalam berpikir.
Namun, titik klimaks dari perjalanan ini adalah saat saya menyadari bahwa saya tidak harus memilih. Dunia jurnalisme dan pendidikan, yang awalnya tampak sebagai dua dunia yang berbeda, ternyata justru saling melengkapi. Ketika saya mengajar, saya merasa pengalaman sebagai jurnalis membantu saya menyampaikan materi dengan lebih menarik dan relevan. Mahasiswa tidak hanya menerima pengetahuan teoretis, tetapi juga memahami bagaimana teori itu bekerja di lapangan. Sebaliknya, ketika saya menulis berita, wawasan akademis yang saya dapatkan dari ruang kelas membantu saya memberikan perspektif yang lebih mendalam dan berwawasan.
Pada akhirnya, kedua peran ini memberikan saya kepuasan yang berbeda namun sama-sama bermakna. Sebagai jurnalis, saya memiliki kesempatan untuk menyuarakan kebenaran, menginformasikan masyarakat, dan mendokumentasikan peristiwa-peristiwa penting. Sementara sebagai dosen, saya memiliki tanggung jawab untuk membimbing generasi muda, memberikan mereka pengetahuan, serta membantu mereka mengembangkan keterampilan berpikir kritis.
Momen paling menyentuh dalam perjalanan ini adalah ketika saya menyadari bahwa kedua dunia ini sebenarnya berjalan seiring. Dunia jurnalisme membuat saya tetap terhubung dengan realitas, selalu mencari kebenaran dan fakta di tengah masyarakat. Sementara dunia akademis memberikan saya ruang untuk merefleksikan, mendalami, dan membagikan apa yang telah saya pelajari. Dalam kedua profesi ini, saya tidak hanya tumbuh sebagai profesional, tetapi juga sebagai individu yang selalu belajar dan berkembang.
Saya tidak pernah merasa harus memilih antara menjadi jurnalis atau dosen. Keduanya adalah bagian penting dari diri saya, dan keduanya saling melengkapi dalam cara yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Dari liputan berita hingga ruang kelas, dari menulis artikel hingga memberikan kuliah, saya menjalani kehidupan yang penuh warna dan dinamika. Dalam perjalanan ini, saya menemukan bahwa tidak ada batasan yang memisahkan dua dunia yang tampaknya berbeda. Justru di sinilah letak kekayaan hidup saya, menghidupi dua passion yang saling memperkuat, memberi makna, dan memperkaya setiap langkah yang saya ambil.