Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Berikut Penerapan Budaya Positif di Sekolah Melalui Kesepakatan Kelas

Jumat, 03 Februari 2023 | 12:34 WIB Last Updated 2023-02-03T05:34:49Z

Berikut Penerapan Budaya Positif di Sekolah Melalui Kesepakatan Kelas
Foto Penulis Arifnawati, S.Pd, Guru Penggerak SMA Negeri 3 Bireuen

Detikacehnews.id | Artikel - Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Oleh sebab itu, pendidik hanya dapat menuntun tumbuh dan hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki perilakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Namun tetap memperhatikan kodrat zaman dalam pengembangan kodrat alam seorang anak. Dengan kata lain seorang anak diharapkan mampu tumbuh dengan baik dizaman era digital ini namun tidak meninggalkan kebudayaannya sendiri.

Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat maka akan sangat berpengaruh pada perilaku anak. Oleh sebab itu, maka kita sebagai pendidik berkewajiban untuk menuntut anak agar tidak salah arah dalam memperbaiki perilakunya dan memiliki karakter sesuai dengan profil pelajar pancasila yang berkarakter kritis dan bertanggung jawab.

Sekolah merupakan salah satu institusi dalam membentuk karakter anak dan memiliki peran utama dalam mendukung penumbuhan nilai-nilai kebajikan, maka kita sebagai pendidik diharapkan dapat menerapkan budaya positif di sekolah dalan rangka membentuk karakter anak.

Budaya positif merupakan perwujudan dari keyakinan dan nilai kebajikan yang disepakati untuk dilakukan secara bersama agar kebiasaan-kebiasaan dapat bertahan dalam jangka waktu lama.

Dalam rangka menciptakan budaya positif, penerapan disiplin positif dipraktikkan untuk menghasilkan anak-anak yang memiliki nilai-nilai kebajikan yang universal yaitu berkarakter, disiplin, santun, jujur, peduli, dan bertanggung jawab.




Dalam menjalankan tugasnya, seorang pemimpin sekolah hendaknya berjiwa kepemimpinan serta dapat mengembangkan sekolah dengan baik yaitu dengan menciptakan lingkungan yang positif sehingga terwujud suatu budaya positif. Demikian juga dengan warga sekolahnya, setiap pendidik dan tenaga kependidikan memiliki kompetensi standar minimal dimana mereka memiliki kesamaan visi serta nilai-nilai kebajikan yang dituju, serta berupaya mewujudkannya dalam pembelajaran aplikatif yang mengupayakan pemberdayaan anak agar dapat menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Untuk membangun budaya positif, sekolah perlu menyediakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar anak mampu berpikir, bertindak, dan menciptakan dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab. Sekolah akan melakukan berbagai upaya dalam menerapkan budaya positif agar terciptanya pembelajaran yang berpihak pada anak, salah satu upaya penerapan budaya positif di SMA Negeri 3 Bireuen yang dilakukan oleh guru penggerak sebagai aksi nyata dalam penerapan budaya positif di sekolah adalah membuat kesepakatan kelas.

Kegiatan aksi nyata ini lebih terfokus pada kesepakatan kelas pada saat proses pembelajaran di kelas. Kesepakatan kelas dibuat oleh pendidik dan anak melalui kegiatan musyawarah. Kegiatan musyawarah ini bertujuan pula untuk meningkatkan karakter saling menghargai satu sama lain dan meningkatkan karakter berani menyampaikan pendapat. Kesepakatan kelas terdapat harapan pendidik terhadap anak dan harapan anak terhadap pendidik. Anak diarahkan untuk memunculkan ide atau gagasan tentang hal yang perlu di sepakati untuk mewujudkan impian untuk kelas mereka.

Langkah yang dilakukan dalam membuat kesepakatan kelas, pada awalnya pendidik memberikan penjelasan tentang pentingnya menerapkan budaya positif di sekolah dimulai dari ruang lingkup kelas. Pendidik meminta anak menuliskan ide atau gagasan pada selembar kertas dan menempelkannya di papan tulis, kalau semua mereka telah menuliskan dan menempelkan di papan tulis maka pendidik meminta salah satu anak untuk membaca hasil kesepakatan mereka.

Selanjutnya pendidik meminta anak untuk menentukan nilai kebajikan yang cocok untuk kesepakatan kelas mereka. Nilai kebajikan inilah yang akan di jadikan sebagai keyakinan kelas.
Keyakinan kelas adalah nilai kebajikan atau prinsip universal yang disepakati bersama secara universal lepas dari latar belakang suku, agama dan bahasa. Menurut Gossen (1998), suatu keyakinan akan lebih memotivasi seseorang dari dalam (instrinsik). Seseorang lebih bersemangat untuk menjalankan keyakinan daripada mengikuti serangkaian peraturan.


Keyakinan kelas bersifat abstrak daripada peraturan yang lebih rinci dan konkrit, keyakinan kelas berupa pernyataan yang universal. Pernyataan keyakinan kelas dibuat dalam bentuk yang positif, keyakinan kelas tidak terlalu banyak sehingga mudah diingat dan dipahami, bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu. Harapan kedepan adalah menciptakan anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik. Artinya ada kesadaran diri untuk berpikir dan berperilaku sesuai yang diyakini bersama. Maka, aksi nyata perubahan dimulai dengan penerapan keyakinan kelas dan pengimbasan bagi warga sekolah.


Selain kesepakatan kelas strategi penerapan budaya positif dapat diwujudkan dengan perubahan paradigma teori control. Selama ini kita sebagai pendidik merasa berkewajiban mengontrol perilaku anak agar memiliki perilaku seperti yang kita harapkan. Kita sebagai pendidik sering kali memberikan hukuman kepada anak yang berbuat kesalahan dan memberi penghargaan kepada anak yang berperilaku baik.


Menurut teori control semua perilaku manusia memiliki tujuan. Begitu juga dengan perilaku murid yang memiliki tujuan dalam melakukan kesalahan. Tujuannya karena ada kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi. Berikut lima kebutuhan dasar manusia yaitu: 1) Kebutuhan bertahan hidup (survival). 2) Kebutuhan cinta dan kasih sayang (love and belonging). 3) Kebutuhan penguasaan (power). 4) Kebutuhan kebebasan (freedom). 5. Kebutuhan akan kesenangan (fun).

Pendidik diharapkan dapat memahami lima kebutuhan dasar manusia dalam menerapkan disiplin positif. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri yang memiliki motivasi internal tidak dalam keterpaksaan atau tekanan. Motivasi internal dapat diwujudkan dengan restitusi. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi murid untuk memperbaiki kesalahannya, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat (Gossen, 2004).

Adapun segitiga restitusi adalah tiga tahapan saat guru hendak melakukan restitusi, yakni: menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan. Restitusi membantu anak memiliki tujuan, disiplin positif dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah.

Hal ini akan berjalan semestinya ketika pendidik memposisikan dirinya pada posisi control yang tepat. Posisi control pendidik yang tepat adalah sebagai posisi seorang manager. Tugas dari pendidik yang memposisikan dirinya sebagai manajer bukan untuk mengatur perilaku sesorang tapi membimbing anak untuk mengatur dirinya sendiri. Anak dipersilakan untuk bertanggung jawab atas perilakunya dan mendukung anak menemukan solusi.

Selanjutnya anak diajak menganalisis kebutuhan orang lain untuk kemudian berkolaborasi dengan anak untuk memperbaiki kesalahan. Melalui Desiminasi dan berbagi pemahaman terhadap konsep penerapan budaya positif disekolah bersama guru penggerak, kepala sekolah, rekan guru dan warga sekolah lainnya serta wali murid sebagai pendukung penerapan budaya positif dari keluarga, agar antara sekolah dan keluarga memiliki pemahaman yang sama dalam menerapkan budaya positif.


Terwujudnya budaya positif disekolah merupakan suatu perubahan yang diharapkan. Sesuai dengan tujuan dari guru penggerak adalah sebagai pemimpin pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang anak secara holistic, aktif dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat pada anak, serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil pelajar pancasila.

Berikut link youtube penerapan budaya positif di sekolah melalui kesepakatan kelas :
https://youtu.be/_RHAZ3OHfJQ