Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Ini Kata Hastati Tentang Diseminasi Penerapan Budaya Positif di Sekolah

Kamis, 02 Februari 2023 | 13:03 WIB Last Updated 2023-02-02T06:03:01Z

Ini Kata Hastati Tentang Diseminasi Penerapan Budaya Positif di Sekolah
Foto Penulis Hastati, S.Pd, Calon Guru Penggerak SMA Negeri 3 Bireuen

Detikacehnews.id | Bireuen - Pendidikan adalah salah satu hal yang penting dilakukan. Tujuan pendidikan adalah menjadikan seseorang memiliki kepribadian yang baik dan memiliki wawasan luas. Secara umum, arti pendidikan adalah pembelajaran, pengetahuan, dan keterampilan yang dimiliki seseorang.

Menurut Ki Hajar Dewantara, oendidikan adalah upaya untuk memajukan bertumbuhnya pendidikan budi pekerti (kekuatan batin dan karakter), pikiran, serta tubuh anak. Ki Hajar Dewantara menjabarkan bahwa tujuan pendidikan terbagi menjadi tiga, yaitu : 1) Membentuk budi didik yang halus pada murid, 2) Meningkatkan kecerdasan otak murid, 3) Mendapatkan kesehatan badan pada murid.

Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, maka pendidikan harus memiliki kesatuan konsep yang jelas, seperti semboyan Beliau yaitu "Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karso dan Tut Wurid Handayani" artinya guru atau pendidik harus bisa menjadi teladan untuk semua peserta didik dan guru harus mampu menciptakan ide atau gagasan bagi peserta didik dan pendidik juga harus mampu memberikan motivasi dan arahan untuk peserta didik.

Ki Hajar Dewantara juga menjelaskan bahwa dasar pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan dimana anak berada. Sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama”. Ki Hajar Dewantara mengelaborasi Pendidikan terkait kodrat alam dan zaman sebagai berikut :




"Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu di ingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Sementara itu, segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dsar dan asa-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan” (Ki Hajar Dewantara, 2009, hal.21).

Ki Hajar hendak Dewantara mengingatkan bahwa pendidikan anak sejatinya menuntut anak mencapai kekuatan kodratnya sesuai dengan alam dan zaman. Pendidikan saat ini menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki Keterampilan Abad 21 sedangkan dalam memaknai kodrat alam maka konteks lokal sosial budaya murid Indonesia Barat tentu memiliki karakteristik yang bebeda dengan murid di Indonesia Tengah dan Indonesia Timur. Mengenai Pendidikan dengan perspektif global, Ki Hajar Dewantara mengingatkan bahwa pengaruh dari luar tetap harus disaring dengan tetap mengutamakan kearifan lokal sosial budaya Indonesia.

Oleh sebab itu, isi dan irama yang dimaksudkan oleh Ki Hajar Dewantara adalah muatan atau konten pengetahuan yang diadopsi sejatinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan konteks social budaya yang ada di Indonesia. Kekuatan sosial budaya Indonesia beragam dapat menjadi kekuatan kodrat alam dan zaman dalam mendidik.

Budaya positif menjadi sebuah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Refleksi Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara. Budaya positif di sekolah ialah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat, dan bertanggung jawab. Dalam mewujudkan budaya positif ini, guru sangat berperan penting dan perlu memahami posisi apa yang tepat untuk dapat mewujudkan budaya poistif baik lingkup kelas maupun sekolah.


Upaya dalam membangun budaya positif di sekolah yang berpihak pada murid diawali dengan membentuk lingkungan kelas yang mendukung terciptanya budaya positif, yaitu dengan menyusun kesepakatan kelas dengan nilai-nilai kebajikan yang di yakini secara bersama dalam keyakinan kelas. Kesepakatan kelas yang efektif dapat membantu dalam pembentukan budaya disiplin positif di kelas. Kesepakatan kelas berisi beberapa aturan yang telah di tetapkan secara bersama-sama.

 
Dengan adanya budaya positif dapat menumbuh kembangkan sikap bergotong royong, mampu melakukan kegiatan secara bersama-sama, sehingga terciptanya kolaborasi yang baik antar seluruh warga sekolah, adanya rasa peduli satu sama lain. Budaya positif yang didalamnya membahas tentang materi perubahan paradigma stimulus respon, konsep disiplin positif dan motivasi, hukuman, penghargaan dan restitusi, lima posisi kontrol guru, keyakinan kelas, kebutuhan dasar manusia dan segitiga restitusi dapat ditumbuhkembangkan di sekolah melalui sebuah kegiatan dan pembiasaan yang diawali dan dan dipelopori oleh calon guru penggerak.


Sudah sewajarnya kita sebagai seorang guru mulai menerapkan dan membangun budaya positif secara bersama-sama, saling bahu membahu yang dimulai dari diri sendiri, selanjutkan mengimplementasi kepada peserta didik sebagai subjek pendidikan dalam rangka mewujudkan Profil Pelajar Pancasila, “Pelajar Indonesia merupakan pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan Nilai-nilai Profil Pelajar Pancasila”, yaitu 1)Beriman, Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Berakhlak Mulia, 2) Mandiri, 3) Bergotong Royong royong, 4)Berkebhinekaan Global, 5) Bernalar Kritis dan 6) Kreatif. Budaya positif di sekolah juga mampu menjadikan lingkungan sekolah yang kondusif sehingga dapat mewujudkan kualitas pendidikan yang baik selaras dengan visi maupun misi sekolah.





Pemahaman akan disiplin positif juga diperlukan karena seorang guru diharapkan dapat menuntun murid untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan mandiri. Oleh karena itu seorang guru memosisikan dirinya sebagai manajer, di mana pada posisi ini guru mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan muridnya, memotivasi murid untuk mempertanggungjawabkan segala perilakunya dari orang yang gagal menjadi orang yang sukses, serta mendukung siswa untuk menemukan solusi atau jalan keluar dari permasalahan yang di hadapi oleh murid itu sendiri. Butuh cara yang bervariasi dalam menuntun murid sampai mereka benar-benar dapat berubah menjadi lebih baik lagi.


Dalam penerapan ini seorang guru tidak lagi memberikan hukuman bagi si murid, melainkan lebih kepada pembinaan terhadap murid tersebut. Dalam proses menuntun dan mendidik tidak lagi dibutuhkan paksaan dan memberi hukuman kepada murid. Hal ini sudah ada dalam praktik nyata dengan menggunakan segitiga restitusi yang ada dalam modul 1.4 bisa memberikan dasar pemahaman kepada kita semua untuk bisa memupuk disiplin positif.


Dengan demikian dapat di pahami bahwa budaya positif di sekolah tidaklah berdiri sendiri dalam hal menciptakannya, melainkan memerlulan proses dan kolaborasi semua warga sekolah, orangtua murid dan lingkungan masyarakat. Oleh karena itu di perlukan peran guru penggerak untuk dapat mewujudkannya. Peran guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran dapat secara nyata menggerakkan komunitas praktisi , menjadi coach bagi guru lain dan mendorong kolaborasi antar guru untuk bersama-sama dalam mewujudkan budaya positif di lingkungan sekolah.