Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Artikel - Bagaimana Mengukur Kemampuan Berpikir Kritis, Kemampuan Berpikir Kreatif dan Self Efficacy Matematis Siswa

Kamis, 02 November 2023 | 08:33 WIB Last Updated 2023-11-02T01:33:29Z

Artikel - Bagaimana Mengukur Kemampuan Berpikir Kritis, Kemampuan Berpikir Kreatif dan Self Efficacy Matematis Siswa
 Penulis : Asrul Karim, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) FKIP Universitas Almuslim


Detikacehnews.id | Artikel - Proses berpikir merupakan suatu proses yang dilakukan oleh seseorang ketika ia menghadapi suatu permasalahan. Proses berpikir dimulai dengan pemahaman terhadap permasalahan yang dihadapi. Pada saat seseorang menghadapi persoalan, pertama-tama ia melibatkan proses sensasi, yaitu menangkap tulisan, gambar atau suara. Selanjutnya ia mengalami proses persepsi, yaitu membaca, mendengar, dan memahami apa yang diminta dalam persolan tersebut. Pada saat itu pun, sebenarnya ia melibatkan proses memorinya untuk memahami istilah-istilah baru yang ada pada persoalan, atau melakukan recall dan recognition ketika yang dihadapinya adalah persoalan yang sama pada waktu, Matlin (Maulana, 2008).


Proses berpikir berkaitan erat dengan apa yang terjadi di dalam otak manusia, berpikir berkaitan dengan fakta-fakta yang ada dalam dunia, berpikir mungkin bisa divisualisasikan, dan berpikir (manakala diekspresikan) bisa diobservasi dan dikomunikasikan (Suryadi, 2005). Jadi dapat dimaknai bahwa proses berpikir merupakan proses yang sering terjadi dalam aktivitas mental seseorang yang berfungsi untuk menyelesaikan masalah, membuat keputusan, serta mencari pemahaman.


Berpikir kritis dalam belajar matematika merupakan proses kognitif atau tindakan mental dalam usaha memperoleh pengetahuan matematika berdasarkan penalaran matematik. Sehubungan dengan hal itu, Wassahua (2009) menyatakan bahwa berpikir kritis dalam matematika adalah cara berpikir yang masuk akal (rasional) dan mendalam yang difokuskan untuk memutuskan apa yang dipercaya dan yang harus dilakukan serta keterkaitan antara matematika itu sendiri dengan kehidupan nyata. Kemampuan berpikir kritis dapat dikembangkan melalui pembelajaran yang berpusat pada siswa, yang mana memberikan kebebasan berpikir dan keleluasaan bertindak dalam memahami pengetahuan dan memecahkan masalahnya.


Ennis (Wassahua, 2009) berpendapat bahwa ada enam unsur dasar dalam berpikir kritis yaitu: focus (fokus), reason (argumentasi atau alasan), inference (penyimpulan), situation (menghubungkan masalah dengan situasi sehari-hari), clarity (kejelasan), over (mengecek kembali hasilnya). Keenam unsur dasar berpikir kritis ini dapat dipadukan menjadi satu kata yang dikenal dengan FRISCO dan dapat diuraikan sebagai berikut:

Focus (fokus) adalah memusatkan perhatian pada informasi yang menggambarkan suatu isu, pertanyaan atau masalah. “informasi apa yang terdapat dalam masalah?”, apa yang ditanyakan?”, dan informasi apa yang ingin dibuktikan”. Fokus sangat tergantung pada bagaimana orang tersebut menggunakan penalarannya dan menarik kesimpulan dari suatu masalah. Tanpa dapat memusatkan perhatian pada masalah atau pertanyaan, maka dipastikan orang tersebut tidak akan dapat memecahkan masalah.

Reason (argumentasi atau alasan) adalah alasan-alasan atau pertimbangan untuk menarik kesimpulan. Dalam menggunakan alasan/argumentasinya seorang siswa harus menggunakan bukti-bukti yang mendukung terhadap penarikan sebuah kesimpulan.

Inference (penyimpulan), dalam menarik sebuah kesimpulan maka harus dilihat apakah alasan atau pertimbangan yang dikemukakan tersebut dapat diterima atau tidak

Situation (menghubungkan masalah dengan situasi sehar-hari), ketika pemikiran dipusatkan pada pengambilan keputusan, maka hal-hal yang berhubungan dengan masalah terutama yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, akan memberikan arti atau mempermudah seseorang mengambil keputusan

Clarity (kejelasan), adalah menjelaskan hasil penarikan kesimpulan. Menjelaskan “Apa yang dimaksud”, “Apa yang ditanya”, “Bagaimana caranya”, dan “dapatkah menggunakan cara lain”

Overview (mengecek kembali hasil), mengecek kembali hasil yang didapat

Pembahasan mengenai kreativitas dalam matematika lebih ditekankan pada prosesnya, yakni cara berpikir kreatif. Oleh karena itu kreativitas dalam matematika lebih tepatnya diistilahkan sebagai berpikir kreatif matematis (Mahmudi, 2010). Kemampuan berpikir kreatif dapat diartikan sebagai tingkatan berpikir yang spesifik. Hal ini dikarenakan kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan berpikir untuk melihat kemungkinan penyelesaian suatu masalah. Biasanya soal yang menanyakan “Adakah cara lain untuk menyelesaikan masalah tersebut” adalah soal yang menuntut siswa untuk memberikan jawaban yang berbeda dengan jawaban yang telah diselesaikan. Soal tersebut juga menuntut kreativitas seseorang dalam menyelesaikan soal. Menurut Worthington (2013), salah satu cara untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa adalah dengan mengeksplorasi hasil kerja siswa yang merepresentasikan proses berpikir kreatif siswa.


Untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif dapat diukur dari empat aspek yaitu kelancaran, keluwesan, kebaruan, dan keterincian (Mahmudi, 2010). Aspek kelancaran meliputi, (1) menyelesaikan masalah dan memberikan banyak jawaban terhadap permasalahan tersebut; (2) memberi banyak contoh atau penyataan terkait konsep atau situasi matematis tertentu. Aspek keluwesan meliputi kemampuan, (1) menggunakan strategi penyelesaian masalah atau (2) memberikan ragam contoh atau pernyataan terkait konsep atau situasi matematis tertentu. Aspek kebaharuan meliputi kemampuan (1) menggunakan strategi yang bersifat baru, unik, atau tidak bisa untuk menyelesaikan masalah; atau (2) memberikan contoh atau pernyataan yang bersifat baru, unik, atau tidak biasa. Aspek keterincian meliputi kemampuan menjelaskan secara terperinci, runtut, dan koheren terhadap prosedur matematis, jawaban, atau situasi matematis tertentu.


Beberapa pakar memberikan definisi terkait dengan istilah kemampuan diri (self efficacy matematis) yang beragam, namun memliki kesamaan ciri utama yaitu pandangan seseorang terhadap kemampuan dirinya (Hendriana, dkk, 2017). Adapun indikator kemampuan diri (self efficacy matematis) yang dirincikan oleh (Hendriana, 2017) sebagai berikut


Dimensi magnitude, yaitu bagaimana siswa dapat mengatasi kesulitan belajarnya meliputi: 1) berpandangan optimis dalam mengerjakan pelajar dan tugas; 2) seberapa besar minat terhadap pelajaran pelajar dan tugas; 3) mengembangkan kemampuan dan prestasi; 4) melihat tugas yang sulit sebagai suatu tantangan; 5) belajar sesuai dengan jadwal yang diatur; 6) bertidak selektif dalam mencapai tujuannya.

Dimensi strength, yaitu seberapa tinggi keyakinan siswa dalam mengatasi kesulitan belajarnya, yang meliputi: 1) usaha yang dilakukan dapat meningkatkan prestasi dengan baik; 2) komitmen dalam menyelsaikan tugas-tugas yang diberikan; 3) Percaya dan mengetahui keunggulan yang dimiliki; 4) kegigihan dalam menyelsaikan tugas; 5) memiliki tujuan yang positif dalam melakukan berbagai hal; 6) memiliki motivasi yang baik terhadap dirinya sendiri untuk pengembangan dirinya.

Dimensi generally yaitu menunjukkan apakah keyakinan kemampuan diri akan berlangsung dalam domain tertentu atau berlaku dalam berbagai macam aktivitas dan situasi yang meliputi: 1) menyikapi situasi yang berbeda dengan baik dan berpikir positif; 2) menjadikan pengalaman yang lampau sebagai jalan untuk mencapai kesuksesan; 3) suka mencari situasi baru; 4) dapat mengatasi segala situasi dengan efektif; dan 5) mencoba tantangan baru.