Foto Muhajir Ismail, Mahasiswa S3 UPSI Malaysia
Detikacehnews.id | Bireuen - Setiap orang memiliki jalan hidupnya sendiri, tapi tak semua mampu menjalani perjalanan dengan tekad dan keteguhan seperti Muhajir Ismail. Terlahir di Desa Pulo Blang, Kutablang, Bireuen pada 24 Agustus 1981, Muhajir adalah anak keenam dari sembilan bersaudara dari pasangan Ismail Hanafiah dan Hj. Nurullah Maqam. Di tengah kehidupan desa yang penuh kesederhanaan, kisah Muhajir adalah contoh nyata bagaimana ketekunan, kerja keras, dan cinta pada ilmu bisa mengubah nasib seseorang, tidak hanya bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi generasi yang dia didik.
Sejak kecil, Muhajir telah dibesarkan dengan nilai-nilai agama yang kokoh, berkat didikan langsung dari ayahnya, Tengku Ismail. Ayahnya adalah seorang guru di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), yang sangat menekankan pentingnya ilmu. Beliau percaya bahwa menuntut ilmu agama adalah kewajiban pribadi (fardhu ain), sementara ilmu dunia adalah kewajiban kolektif (fardhu kifayah). Keyakinan ini yang menjadi pilar awal perjalanan panjang Muhajir dalam dunia pendidikan. Pendidikan di madrasah, baik di MIN maupun MTsN menjadi landasan kokoh bagi Muhajir dalam memahami nilai-nilai agama, etika, dan tanggung jawab sosial.
Pelajaran penting yang bisa diambil dari sini adalah bahwa pendidikan, terutama pendidikan agama, harus dimulai dari rumah. Seorang anak yang dibekali nilai-nilai agama sejak dini akan tumbuh dengan kesadaran yang lebih kuat akan tanggung jawabnya, baik kepada dirinya sendiri maupun kepada masyarakat. Muhajir tidak hanya meniru jejak kakak-kakaknya yang juga bersekolah di madrasah, tetapi ia melangkah lebih jauh untuk mengembangkan potensi dirinya hingga ke tingkat pendidikan tinggi.
Meski tumbuh besar di lingkungan yang sederhana, masa kecil Muhajir penuh dengan aktivitas yang membentuk karakter kuatnya. Membantu orang tua di sawah, menggembala sapi, memotong rumput, hingga memancing di rawa-rawa adalah kegiatan sehari-harinya. Kesederhanaan hidup di desa yang jauh dari kemewahan justru menjadi bekal berharga yang membentuk disiplin dan etos kerjanya. Kerja keras sejak usia muda membuatnya terbiasa dengan tantangan dan mendorongnya untuk terus berjuang mencapai impian.
Muhajir tidak hanya menjalani hidup dengan bermain dan bekerja, tetapi juga memiliki komitmen kuat terhadap pendidikan agama. Mengaji di meunasah kampung setiap malam adalah rutinitas yang tak pernah ia lewatkan. Tradisi mengaji ini menjadi bagian penting dari pembentukan spiritualitasnya, yang kemudian menuntunnya dalam perjalanan panjang ke dunia pendidikan.
Banyak orang mungkin menganggap hidup di desa sebagai sebuah keterbatasan, tapi Muhajir membuktikan bahwa keterbatasan hanyalah soal cara pandang. Baginya, hidup di desa adalah modal yang berharga, kesederhanaan mengajarkannya ketekunan, dan lingkungan yang penuh dengan nilai-nilai kearifan lokal menjadikannya pribadi yang tangguh.
Tahun 2000, Muhajir menamatkan pendidikannya di SMAN 2 Peusangan. Dari sini, ia memutuskan untuk melanjutkan studi di Akademi Maritim Nusantara Malahayati Aceh. Pilihan ini tidak biasa, namun menunjukkan bahwa ia memiliki keberanian untuk mengambil jalur yang berbeda. Setelah menyelesaikan pendidikan tersebut pada 2004, ia memulai kariernya sebagai guru di SMK Negeri 1 Jeunieb pada tahun 2005.
Sebagai seorang pendidik, perjalanan Muhajir tak terhenti di situ. Ia memperoleh beasiswa dari pemerintah Aceh untuk melanjutkan studi S1 di Universitas Pendidikan Sultan Idris (UPSI), Malaysia, dan lulus pada tahun 2013. Beasiswa ini menjadi titik awal dari karier akademiknya yang terus bersinar. Melalui dedikasinya, pada tahun 2015 ia kembali mendapatkan beasiswa, kali ini dari Kementerian Pendidikan Nasional, untuk melanjutkan pendidikan S2 di Universitas Negeri Medan (UNIMED). Tidak puas hanya dengan gelar S2, Muhajir kembali ke UPSI Malaysia pada tahun 2021 untuk mengejar gelar doktor, sebuah pencapaian yang luar biasa bagi seorang anak desa yang memulai kariernya dengan hidup sederhana.
Muhajir adalah contoh nyata bahwa pendidikan bisa menjadi pintu gerbang perubahan. Dari kehidupan desa yang penuh keterbatasan, ia kini menjadi seorang pendidik yang berpengaruh. Dengan tekad dan perjuangan, Muhajir telah menjembatani jarak antara dunia rawa-rawa tempatnya tumbuh dengan dunia akademik yang kini digelutinya.
Meskipun pencapaiannya sudah sangat luar biasa, Muhajir tidak berhenti belajar. Hingga saat ini, ia masih berjuang menyelesaikan disertasinya di UPSI, Malaysia. Sikap tidak pernah merasa puas inilah yang seharusnya kita contoh. Dalam hidup, menjadi seorang pembelajar sejati berarti terus mencari ilmu dan tidak berhenti pada satu pencapaian saja.
Bagi Muhajir, pendidikan adalah ladang amal. Apa yang ia lakukan hari ini bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi untuk keluarganya, masyarakat, dan generasi mendatang. Ia tahu bahwa sebagai seorang pendidik, tanggung jawabnya tidak sekadar mengajar, tetapi juga menjadi teladan yang baik bagi murid-muridnya.
Perjalanan Muhajir Ismail adalah inspirasi bagi kita semua, terutama bagi generasi muda yang sering kali merasa terbatas oleh keadaan. Muhajir telah membuktikan bahwa asal-usul bukanlah penghalang untuk sukses. Dari rawa dan meunasah, ia menjemput ilmu hingga ke negeri seberang. Kisah hidupnya mengajarkan kita bahwa dengan kerja keras, ketekunan, dan keyakinan yang kuat pada Allah SWT, kita bisa mencapai apa pun yang kita impikan.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an, “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya” (QS. An-Najm: 39). Apa yang telah diusahakan Muhajir adalah bukti nyata bahwa usaha keras tidak pernah mengkhianati hasil. Apa pun tantangan yang kita hadapi, ingatlah bahwa Allah selalu bersama hamba-Nya yang berjuang dengan kesungguhan.
Jadilah seperti Muhajir, yang tak pernah berhenti berusaha dan belajar, meskipun berasal dari tempat yang sederhana. Perjuangan menuju sukses adalah milik mereka yang berani bermimpi besar dan bekerja keras untuk mewujudkannya.