Detikacehnews.id | Bireuen - Banyak yang mengenal sosok Rusyidi Mukhtar, S.Sos., sebagai politisi berpengaruh di Bireuen dan Aceh. Kini, setelah sukses menjabat sebagai Ketua DPRK Bireuen periode 2019–2024, ia akan melangkah ke panggung politik yang lebih tinggi, sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk periode 2024-2029. Namun, di balik segala pencapaiannya, ada satu hal yang terus menjadi sorotan dan menimbulkan rasa penasaran banyak orang, yaitu nama aliasnya yang begitu khas, "Ceulangiek."
Bagi masyarakat Aceh, khususnya yang mengenal sejarah konflik GAM (Gerakan Aceh Merdeka), penggunaan nama alias atau nama sandi adalah sesuatu yang umum. Nama-nama ini biasanya diberikan oleh komandan pasukan sebagai identitas yang digunakan selama masa pertempuran. Begitu juga dengan Rusyidi Mukhtar, yang dikenal dengan sebutan "Ceulangiek" di kalangan teman-teman seperjuangannya.
Ketika ditemui dan ditanya mengenai asal-usul nama ini, Rusyidi hanya tersenyum. "Nama itu hanyalah nama sandi yang diberikan kepada saya oleh komandan saya saat masih menjadi anggota GAM. Tidak ada alasan khusus mengapa saya diberi nama Ceulangiek, itu diberikan secara spontan, tanpa perencanaan," jelasnya dengan nada tenang. "Di masa konflik, setiap anggota GAM memang diberi nama sandi oleh komandannya. Itu sudah menjadi tradisi. Saya ditunjuk, dan komandanku hanya bilang, ‘Kamu namanya Ceulangiek’," kenangnya sambil tersenyum.
Menariknya, "Ceulangiek" dalam bahasa Aceh memiliki makna tersendiri. Dalam bahasa sehari-hari, ceulangiek adalah alat pengait, biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh, terutama para petani. Meskipun begitu, tidak ada hubungan antara nama sandi ini dengan ciri fisik atau kepribadian Rusyidi. "Tidak ada hubungan sama sekali antara saya dengan ceulangiek sebagai benda. Itu murni spontanitas," tegasnya. Nama alias ini diberikan seperti halnya banyak rekan Rusyidi yang juga mendapatkan nama-nama khas lainnya dari para komandan mereka, seringkali tanpa alasan yang jelas.
Namun, meskipun awalnya hanya sebagai sandi perang, nama "Ceulangiek" kemudian melekat erat pada dirinya dan menjadi bagian dari identitas yang dikenal luas oleh masyarakat. Ketika Aceh memasuki era damai pasca MoU Helsinki pada 2005, nama alias yang digunakan selama masa konflik seringkali ikut terbawa ke dalam kehidupan sehari-hari. Nama-nama ini bukan sekadar sandi lagi, melainkan telah menjadi simbol perjuangan dan identitas dari mereka yang terlibat dalam masa-masa sulit itu. Rusyidi adalah salah satunya.
Nama Ceulangiek juga membawa kebanggaan tersendiri bagi Rusyidi dan orang-orang di sekelilingnya. Sebagai mantan kombatan GAM, Ceulangiek bukan hanya sekadar nama, tetapi menjadi lambang keberanian, dedikasi, dan perjuangan keras selama masa-masa konflik. Nama itu mengingatkan Rusyidi pada masa-masa sulit ketika dia dan rekan-rekannya bertempur demi cita-cita mewujudkan Aceh yang merdeka.
Masa-masa sebagai kombatan GAM bukanlah cerita yang bisa dilupakan begitu saja. Sejak tahun 1999, Rusyidi ikut aktif dalam barisan GAM hingga perjanjian damai pada 2005. Dalam masa itu, ia mengemban berbagai tugas di lapangan. Setelah perdamaian dicapai, Rusyidi memutuskan untuk melanjutkan hidupnya dengan cara yang berbeda. Dia memilih jalur pendidikan dan politik sebagai wadah baru untuk meneruskan perjuangan bagi masyarakat Aceh.
Nama Ceulangiek yang telah menjadi bagian dari dirinya turut memperkuat posisinya di dunia politik. Pada Pemilu Legislatif 2014, saat ia terjun ke kancah politik sebagai calon anggota DPRK Bireuen dari Partai Aceh, masyarakat Bireuen sudah mengenalnya dengan nama tersebut. Sebagai mantan pejuang, Ceulangiek berhasil meraih simpati dan kepercayaan masyarakat. Banyak orang menilai bahwa nama tersebut, yang lekat dengan perjuangan, adalah simbol dari karakter kuat Rusyidi yang siap memperjuangkan aspirasi rakyatnya.
Selain dikenal sebagai anggota DPRK Bireuen, Rusyidi, alias Ceulangiek, juga pernah memegang tanggung jawab penting sebagai Ketua Satgas PA Wilayah Batee Iliek. Dengan seragam loreng khas yang disebut bajee keurapee minyeuk, ia memimpin satuan pengamanan untuk Partai Aceh dalam berbagai kegiatan, termasuk menjaga keamanan saat kampanye pasangan H. Ruslan M. Daud dan Mukhtar Abda dalam Pilkada Bireuen 2012.
Pengalaman panjang sebagai aktivis, pejuang, dan politisi membuat Rusyidi semakin matang dalam mengemban tanggung jawab. Nama Ceulangiek, yang awalnya hanya nama sandi, kini menjadi bagian penting dari karirnya. Ia bukan lagi hanya seorang eks kombatan, tetapi sosok yang dihormati dan dikenal luas di kalangan politik Aceh.
Kini, dengan langkahnya yang semakin mantap menuju kursi DPRA periode 2024-2029, Rusyidi Mukhtar, alias Ceulangiek, siap mengemban amanah baru yang lebih besar. Nama Ceulangiek akan terus dikenang sebagai simbol perjuangan, bukan hanya di masa konflik, tetapi juga di dunia politik. Nama itu telah menjadi saksi perjalanan hidup Rusyidi dari seorang anak petani sederhana, kombatan GAM, hingga menjadi salah satu politisi berpengaruh di Aceh. Bagi masyarakat Bireuen, Ceulangiek adalah pahlawan yang telah berjuang di berbagai medan, dan kini siap membawa perubahan bagi Aceh di masa depan.