Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Dari Aplikasi ke AI, Masa Depan Pembelajaran Bahasa Inggris di Abad 21

Rabu, 23 Oktober 2024 | 11:26 WIB Last Updated 2024-10-23T05:12:32Z

Dr. Silvi Listia Dewi, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Almuslim sekaligus Ketua Penelitian Hibah Bima.



Detikacehnews.id | Bireuen - Dalam dekade terakhir, pembelajaran bahasa Inggris telah mengalami transformasi besar. Perkembangan teknologi, terutama di bidang aplikasi dan kecerdasan buatan (AI), telah membawa pendekatan baru yang revolusioner dalam dunia pendidikan. Menurut Dr. Silvi Listia Dewi, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Almuslim, "Kita berada di masa yang menarik, di mana teknologi bukan lagi sekadar alat pendukung, melainkan telah menjadi pusat inovasi dalam pembelajaran bahasa."


Dr. Silvi menjelaskan bahwa aplikasi pembelajaran bahasa seperti Duolingo, Babbel, dan Lingbe telah menjadi bagian penting dari pembelajaran modern. Dengan memanfaatkan pendekatan gamifikasi, aplikasi-aplikasi ini tidak hanya membuat belajar bahasa Inggris lebih menyenangkan, tetapi juga lebih fleksibel dan personal. "Dulu, belajar bahasa terbatas pada buku teks dan ruang kelas. Kini, siapa pun bisa belajar di mana saja dan kapan saja hanya dengan menggunakan ponsel mereka," tambahnya.


Namun, perkembangan yang lebih mengesankan adalah hadirnya kecerdasan buatan (AI) dalam pendidikan bahasa. AI telah membuka pintu bagi metode pembelajaran yang jauh lebih adaptif, di mana pembelajaran tidak lagi bersifat seragam, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu. AI mampu menganalisis pola kesalahan belajar siswa, menawarkan umpan balik yang lebih tepat, serta menciptakan lingkungan belajar yang interaktif.


Kecerdasan buatan memungkinkan munculnya tutor virtual yang dapat berinteraksi dengan siswa layaknya guru manusia. "Bayangkan, dengan AI, siswa dapat berlatih percakapan bahasa Inggris dengan asisten virtual yang mampu mengenali intonasi, tatabahasa, dan konteks, serta memberikan saran perbaikan secara instan," jelas Dr. Silvi. Selain itu, AI juga dapat menyesuaikan kecepatan dan tingkat kesulitan materi pembelajaran berdasarkan performa siswa. Ini membuat pengalaman belajar menjadi lebih efisien dan efektif.


AI juga membawa dampak besar pada penerjemahan otomatis dan pengenalan suara. Aplikasi seperti Google Translate telah mengalami peningkatan signifikan dalam akurasi berkat algoritma AI yang terus dilatih. Ini membantu siswa memahami kata-kata atau frasa asing secara cepat, meskipun dalam konteks yang lebih kompleks. Teknologi pengenalan suara juga telah memungkinkan siswa untuk memperbaiki pengucapan mereka secara real-time, membuat mereka lebih percaya diri dalam berkomunikasi.


Dr. Silvi menyoroti pentingnya personalisasi dalam pembelajaran bahasa. "Setiap individu memiliki gaya belajar yang berbeda. Beberapa siswa mungkin belajar lebih baik melalui pendengaran, sementara yang lain lebih visual atau kinestetik. Dengan AI, kita dapat menciptakan pengalaman belajar yang benar-benar disesuaikan dengan preferensi dan kebutuhan individu tersebut."


Misalnya, siswa yang cenderung lebih visual mungkin akan mendapatkan lebih banyak materi berbasis gambar atau video, sedangkan siswa yang lebih suka mendengarkan akan lebih difasilitasi dengan konten audio. AI juga memungkinkan siswa untuk memetakan perkembangan mereka dengan lebih rinci, memberikan laporan yang menunjukkan area mana yang perlu ditingkatkan dan aspek mana yang sudah dikuasai.


Teknologi, terutama AI, telah membuat pembelajaran bahasa menjadi lebih demokratis. Pembelajaran bahasa yang dulunya dianggap mahal dan eksklusif kini tersedia untuk lebih banyak orang, tanpa memandang status ekonomi. Aplikasi gratis atau dengan biaya terjangkau telah menjadikan pembelajaran bahasa Inggris lebih inklusif. Dr. Silvi menekankan bahwa "Teknologi memberi akses kepada semua orang untuk belajar bahasa Inggris. Ini adalah langkah besar menuju kesetaraan dalam pendidikan."


Lebih dari itu, penggunaan AI dalam pembelajaran bahasa juga mengurangi hambatan geografis. Siswa dari pelosok pun kini bisa mendapatkan akses ke materi berkualitas yang disediakan oleh pengajar terbaik dari seluruh dunia, hanya dengan koneksi internet. Teknologi ini membuka peluang bagi daerah-daerah yang sebelumnya tertinggal dalam hal pendidikan.


Meskipun perkembangan teknologi ini menghadirkan banyak peluang, Dr. Silvi juga mengingatkan bahwa ada tantangan yang harus diatasi. "Teknologi memang memberikan banyak manfaat, tetapi juga menuntut adaptasi yang cepat dari para pendidik. Guru harus mampu menggunakan teknologi ini sebagai alat bantu dan tidak merasa tergantikan olehnya." Menurutnya, peran guru tetap sangat penting sebagai fasilitator yang memberikan bimbingan emosional dan dukungan moral kepada siswa.


Selain itu, Dr. Silvi juga menekankan bahwa teknologi harus digunakan dengan bijak agar tidak menghilangkan elemen interaksi manusia yang penting dalam pembelajaran bahasa. Pembelajaran yang sepenuhnya berbasis teknologi, tanpa bimbingan atau pengawasan dari pendidik, mungkin kurang efektif dalam membangun kompetensi komunikasi yang utuh.


Di masa depan, Dr. Silvi yakin bahwa kolaborasi antara teknologi dan manusia akan menjadi kunci keberhasilan pembelajaran bahasa. "AI tidak akan menggantikan peran guru, tetapi akan memperkuat peran mereka. Dengan memanfaatkan teknologi, guru dapat lebih fokus pada aspek kreatif dan emosional dalam mengajar, sementara teknologi menangani aspek teknis dan administratif."


Dalam dunia yang semakin terhubung dan digital, kemampuan berbahasa Inggris menjadi sangat penting, baik dalam konteks profesional maupun pribadi. Teknologi, dari aplikasi hingga kecerdasan buatan, telah mengubah cara kita belajar dan mengajar bahasa. Dr. Silvi Listia Dewi, M.Pd., percaya bahwa masa depan pembelajaran bahasa Inggris terletak pada integrasi teknologi yang cerdas dan adaptif, yang memungkinkan pembelajaran menjadi lebih personal, inklusif, dan interaktif.


Namun, sebagaimana setiap inovasi, teknologi hanya akan berhasil jika digunakan dengan bijaksana dan berpusat pada kebutuhan siswa. "Kita harus ingat bahwa teknologi adalah alat, bukan tujuan. Pada akhirnya, tujuan kita adalah membangun generasi yang tidak hanya mahir berbahasa Inggris, tetapi juga siap menghadapi tantangan global dengan kemampuan berpikir kritis, empati, dan komunikasi yang baik," tutup Dr. Silvi.