Momen Ketua Panitia Pelaksana sekaligus Sekretaris DKA Bireuen, Novianti MR saat melaporkan kegiatan Rakerda Sabtu, (31/5).
Detikacehnews.id | Bireuen - Dewan Kesenian Aceh (DKA) Kabupaten Bireuen kembali menunjukkan gebrakan progresif dalam pengembangan seni dan budaya di daerah dengan membentuk Komite Seni Inklusi, sebuah langkah bersejarah yang diyakini sebagai inisiatif pertama di Aceh, bahkan kemungkinan di tingkat nasional. Komite ini resmi diumumkan dalam Rapat Kerja Daerah (Rakerda) ke-XVII DKA Bireuen yang berlangsung di Aula Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Universitas Almuslim, Sabtu (31/5/2025).
Dengan mengusung tema "Harmony of Bumoe Jeumpa", Rakerda tahun ini menjadi momentum penting bagi DKA Bireuen dalam memperluas cakupan kiprah kesenian ke arah yang lebih humanis dan inklusif. Pembentukan Komite Seni Inklusi dipandang sebagai terobosan signifikan dalam mempromosikan hak kesetaraan bagi penyandang disabilitas untuk dapat berekspresi dan berkarya di bidang seni dan budaya.
Ketua Panitia Pelaksana Rakerda sekaligus Sekretaris DKA Bireuen, Novianti MR, dalam laporannya menyampaikan bahwa komite ini dibentuk sebagai respon terhadap kurangnya representasi penyandang disabilitas dalam kegiatan kesenian.
“DKA Bireuen kali ini akan menambahkan satu komite baru yang mungkin ini baru pertama di Aceh atau bahkan tingkat nasional, yaitu Komite Seni Inklusi,” ujar Novianti dengan antusias.
Lebih lanjut, Novianti menekankan bahwa seni adalah milik semua orang tanpa terkecuali. Oleh karena itu, keberadaan Komite Seni Inklusi menjadi platform penting untuk memastikan bahwa suara dan potensi artistik dari kelompok difabel tidak lagi terpinggirkan.
Ketua DKA Bireuen yang juga Bupati Bireuen, H. Mukhlis, ST, menyatakan dukungannya secara penuh terhadap pembentukan komite ini. Ia menilai bahwa anak-anak berkebutuhan khusus memiliki potensi seni yang selama ini belum mendapatkan ruang yang layak.
“Saya menginstruksikan agar program ini benar-benar dijalankan secara serius. Selama ini kita kurang memberikan perhatian terhadap anak-anak berkebutuhan khusus, padahal mereka sejatinya juga memiliki talenta luar biasa di bidang seni,” tegas Mukhlis.
Mukhlis berharap dengan adanya komite ini, seni tidak hanya menjadi alat ekspresi, tetapi juga jembatan sosial untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, adil, dan menghargai keberagaman.
Menariknya, Komite Seni Inklusi ini langsung dipimpin oleh sosok yang tidak asing dalam dunia pendidikan inklusif dan advokasi disabilitas, yaitu Dr. Istiarsyah, S.Pd.I., S.Pd., M.Ed. Ia merupakan praktisi sekaligus akademisi yang telah lama bergelut dalam isu pendidikan dan pemberdayaan kelompok difabel.
Dalam keterangannya, Dr. Istiarsyah mengungkapkan bahwa seni memiliki kekuatan besar dalam membangun kepercayaan diri, keterampilan sosial, dan pemulihan psikologis bagi penyandang disabilitas.
“Peluncuran Komite Seni Inklusi ini merupakan langkah penting dalam mendorong partisipasi aktif penyandang disabilitas dalam kegiatan kesenian. Ini bukan tentang belas kasihan, tapi tentang keadilan dan pengakuan atas hak yang setara,” ucapnya.
Ia juga menambahkan bahwa melalui komite ini, akan digelar pelatihan seni inklusif, pertunjukan seni oleh dan untuk difabel, serta kolaborasi lintas komunitas demi menciptakan ruang seni yang ramah disabilitas.
Pembentukan Komite Seni Inklusi ini menjadi kelanjutan dari semangat Piasan Bireuen Meuseuraya yang sukses digelar pada Oktober 2023 lalu. Kini, DKA Bireuen melangkah lebih jauh dengan memastikan bahwa pertunjukan seni di Bireuen tidak hanya menampilkan estetika, tetapi juga etika kesetaraan dan keadilan sosial.
Program-program yang direncanakan dalam waktu dekat termasuk Festival Seni Difabel Bireuen, Workshop Seni Inklusif untuk Guru dan Pelatih, serta Panggung Kolaborasi Seni Lintas Kemampuan. Semua ini akan difasilitasi oleh Komite Seni Inklusi dengan dukungan penuh dari DKA Bireuen.
Dengan lahirnya Komite Seni Inklusi, DKA Bireuen tak hanya menorehkan sejarah, tapi juga membuka jalan baru bagi dunia kesenian Aceh untuk menjadi lebih terbuka dan berkeadilan. Ini menjadi contoh konkret bahwa seni bisa menjadi alat perubahan sosial yang berdampak luas.
Bireuen kini tidak hanya dikenal sebagai tanah kreatif para seniman muda, tetapi juga pelopor inklusivitas di panggung kesenian daerah. Semoga langkah ini menginspirasi daerah lain untuk mengikuti jejak yang sama.
“Karena semua jiwa berhak berkesenian. Semua tangan berhak melukis. Semua suara berhak bernyanyi. Dan semua hati berhak dihargai," ujar Novianti menutup laporannya.